Minggu, 16 April 2017

Kesenjangan Ekonomi di Indonesia



kesenjangan ekonomi, biasa dikenal dengan istilah kesenjangan pendapatan, kesenjangan kekayaan, dan jurang antara kaya dan miskin, mengacu pada persebaran ukuran ekonomi di antara individu dalam kelompok, kelompok dalam populasi, atau antarnegara. Para ekonom umumnya mengakui tiga ukuran kesenjangan ekonomi: kekayaan, pendapatan, dan konsumsi. Persoalan kesenjangan ekonomi mencakup kesetaraan ekonomi, kesetaraan pengeluaran, dan kesetaraan kesempatan.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kesenjangan berasal dari kata “senjang” yang berarti tidak simetris, tidak sama bagian yang di kiri dan yang di kanan, genjang,berlainan sekali, berbeda,ada (terdapat) jurang pemisah.

Menurut Abad Badruzaman (2009;284) kesenjangan sosial adalah suatu Ketidak seimbangan sosial yang ada di masyarakat sehingga menjadikan suatu perbedaan yang sangat mecolok. Atau dapat juga diartikan suatu keadaan dimana orang kaya mempunyai kedudukan lebih tinggi dan lebih berkuasa dari pada orang miskin.

Kesenjangan sosial adalah sebuah fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia dan masyarakat di dunia yang disebabkan oleh perbedaan dalam hal kualitas hidup yang sangat mencolok. Fenomena ini dapat terjadi pada negara manapun. Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok dari berbagai aspek misalnya dalam aspek keadilanpun bisa terjadi. Antara orang kaya dan miskin sangatlah dibedaan dalam aspek apapun, orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini,memang benar kalau dikatakan bahwa “Yang kaya makin kaya,yang miskin makin miskin”. Adanya ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangna yang terlalu mencolok antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang memandang rendah kepada golongan bawah,apalagi  jika  ia miskin dan juga kotor,jangankan menolong,sekedar melihatpun mereka enggan

Di Indonesia pada awal pemerintahan Orde Baru, pemerintah menetapkan kebijaksanaan pembangunan yang disebut dengan “TRICKLE DOWN EFFECTS” yaitu bagaimana mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam suatu periode yang relatif singkat. Pembangunan ekonomi nasional dimulai dari Pulau Jawa (khususnya jawa Barat), dengan alasan bahwa di Pulau Jawa sudah tersedia infrastruktur, dengan harapan bahwa hasil-hasil pembangunan itu akan menetes ke sektor dan wilayah lain di Indonesia. Akan tetapi sejarah menunjukkan bahwa setelah 10 tahun berlalu sejak Pelita I (1969) ternyata efek tersebut tidak tepat. Sebagai contoh Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 tumbuh 6,1 persen, melampaui target 5,8 persen. Nilai produk domestik bruto naik dari Rp 5.603,9 triliun pada 2009 menjadi Rp 6.422,9 triliun tahun lalu.

Indonesia mencatat tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia pada tahun ke tahun selalu mengalami penurunan. Meski begitu, laju tingkat kemiskinan penduduk di Indonesia dinilai tidak seimbang jika dibandingkan dengan laju tingkat kekayaan. Menurut Direktur Depaetemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia, Doddy Zulverdi, ketimpangan bukan karena orang miskin tambah miskin, orang miskin memang naik kelas, tapi orang kaya kenaikannya lebih tinggi, jadi tidak  terjadi keseimbangan diantara mereka.

Hal itu terbukti dengan angka tingkat kesenjangan ekonomi (GINI Rasio) penduduk Indonesia tahun 2013 lalu meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2012. Bank Indonesia (BI) mencatat GINI rasio pada tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yaitu mencapai 0,41%. Indonesia pernah memiliki angka GINI rasio terendah di level 0,35% pada tahun 2008.
Hal ini jelas menjadi tantangan Bank Indonesia dalam membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan tingkat kesenjangan penduduk Indonesia.
Beliau mengungkapkan Bank Indonesia akan aktif dalam pengembangan klaster di daerah melalui dukungan penguatan kelembagaan, peningkatan kompetensi petani/peternak, serta hubungan pada pembiayaan perbankan. Beliau mengungkapkan bahwa pengembangan klaster diarahkan pada komooditas pangan yang berkontribusi dalam pembentukan harga di daerah dan komoditas yang dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan masyarakat.

            Berdasarkan data BPS di tahun 2013, GINI Ratio (indikator untuk mengukur kesenjangan ekonomi antara si miskin dan si kaya) menunjukan angka 0,413 yang artinya hampir mencapai ambang batas maksimal yang disyaratkan yaitu 0,5 dan tidak berubah sepanjang 3 tahun yaitu tahun 2011, 2012 dan 2013. Angka angka tersebut menunjukan kegagalan pemerintah dalam mempersempit perbedaan kesenjangan penduduk yang miskin dan penduduk yang kaya. Para pengamat ekonomi mengamini bahwa kesenjangan di Indonesia merupakan masalah krusial yang harus menjadi perhatian parlemen dan presiden mendatang. Dari seluruh perwakilan partai yang ada, kesemuanya lebih berbicara soal janji janji politik yang enak di dengar seperti peningkatan produksi hasil kelautan, pemberdayaan masyarakat tani, peningkatan perekonomian kawasan Indonesia tengah dan timur. Postur APBN Indonesia tidak mengizinkan pemerintah berbuat banyak sehingga kesemua program-program tersebut akan gugur otomatis alias hanya di atas kertas saja, tidak akan terealisir.
Namun, Kepala Bappenas pun seolah-olah bingung dan hanya menuntut agar para politikus dan pemerintahan kelak tidak memenuhi apa yang disebut belanja kebutuhan dasar. Sungguh kasihan rakyat Indonesia yang selalu disuguhkan mimpi dari tahun ke tahun karena ketidakmampuan pemerintahnya dalam merealisasikan program programnya atau yang di tahun politik disebut janji politik.

             Private sektor atau perusahaan negara lah yang menjual hasil hasil tersebut, negara memperoleh uangnya dari pajak dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan pajak Indonesia mencapai 80% dari seluruh postur penerimaan APBN, sungguh miris jika melihat para pengamat ekonomi dan politikus politikus menepikan peran pajak dari program mereka. GINI Ratio bisa sebesar itu dikarenakan fungsi pendistribusian pendapatan di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Penyebabnya ada dua hal yaitu :

1. Pajak belum menyentuh seluruh lapis masyarakat yang memiliki penghasilan dikategorikan sebagai orang kaya
            Awal mula terletak di kemampuan pemerintah dalam memaksakan penegakan hukum pajak terhadap wajib pajak yang nakal. Ketidak berdayaan pemerintah terhadap kekuatan kekuatan individual ataupun kelompoki tertentu sungguh memalukan. Tidak diizinkan terjadi sebuah otoritas berbentuk negara dapat dikalahkan oleh individu ataupun kelompok tertentu.
Oleh karenanya penegak penegak hukum di Indonesia harus berkerjasama dengan baik, tidak boleh terpecah belah dan harus berada dalam satu misi yang sama yaitu membela negara, selain itu otoritas pajak saat ini yaitu Ditjen Pajak memerlukan penguatan dalam segi kewenangan SDM, anggaran dan struktur organisasinya guna memaksimalkan fungsinya.
Dengan kemampuan tersebut dirjen pajak dapat memberikan keadilan bagi rakyat miskin dan wajib pajak yang patuh dengan memberikan perlakuan yang setara terhadap seluruh wajib pajak tanpa perlu takut untuk dikriminialisir. Dari sisi ini, penerimaan dimaksimalkan sehingga pembiayaan dapat dilakukan secara mandiri tanpa perlu berhutang.

2. Belanja yang tidak tepat sasaran.
            Harus terdapat mekanisme kontrol yang ketat terhadap penggunaan APBN atau APBD dimana penggunaannya harus sesuai dengan Rencana Strategis yang ditetapkan pemerintah baik dari skala prioritas maupun besarannya. Penggunaan anggaran harus tepat dan menyentuh rakyat miskin sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap pajak yang dibayarkan oleh orang orang kaya tersebut.

Contohnya seperti program program yang digelontorkan para wakil rakyat, harus diteliti kembali program mana yang dapat memberikan efek atau dampak besar bahkan menjadi pemacu perbaikan sektor lainnya.

             Negara ini bukanlah negara kapitalis, iklim demokrasi yang diciptakan tidaklah diperuntukan bagi pihak pihak tertentu untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya. Ada hak pihak pihak yang terpinggirkan akibat aktivitas pihak yang mampu yang mana harus dijamin oleh negara bahwa mereka juga harus memiliki ruang gerak untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Laporan tahunan “Global Wealth Report 2016” dari Credit Suisse Indonesia didapuk sebagai negara dengan kesenjangan ekonomi keempat tertinggi dunia hal ini disebabkan ketidakmerataan ekonomi Indonesia mencapai 49,3 persen. Itu artinya hampir setengah aset negara dikuasai satu persen kelompok terkaya nasional.


Akibat Dari Kesenjangan Sosial   
     
      Kesenjangan sosial semakin hari semakin memprihatinkan, khususnya di lingkungan perkotaan. Memang benar jika dikatakan bahwa yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal ini jelas-jelas mencederai rasa keadilan serta bertolak belakang dengan kebersamaan dan kesetaraan sosial. Berikut adalah akibat dari adanya kesenjangan sosial:

      A. Melemahnya wirausaha
Kesenjangan sosial menjadi penghancur minat ingin memulai usaha, penghancur keinginan untuk terus mempertahankan usaha, bahkan penghancur semangat untuk mengembangkan usaha untuk lebih maju. Hali ini dikarenakan seorang wirausaha selalu di anggap remeh.

      B. Terjadi kriminalitas
Karena masalah kesenjangan sosial banyak rakyat miskin yang terpaksa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, seperti mencopet, mencuri, judi, dll.

      C. Banyaknya pengemis atau peminta-minta.
          Karena sudah tidak adanya lapangan pekerjaan sehingga makin menjamurnya para pengemis dan peminta-minta di jalanan maupun di persimpangan jalan karena cara ini dianggap sangat praktis, cepat dapat uang dan tidak menanggung resiko

Faktor-Faktor yang Menjadi Penebab Terjadinya Kesenjangan Ekonomi Sosial

Kesenjangan sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

     1.  Kemiskinan

Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi
      
       A.    Sistem ekonomi uang, buruh upah dan sistem produksi untuk  keuntungan
       B.     tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil
       C.     rendahnya upah buruh 
       D.    tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi  sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
       E.     sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
       F.      kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidaksanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.

    Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis rusak atau berganti, Budaya kemiskinan juga merupakan akibat penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi didobrak, sedangkan status golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat serta sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga korban yang berasal dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.

Kemiskinan menjadi foktor terbesar kesengjangan sosial yang menjadi momok dalam kehidupan masyarakat. Saat melihat berita pagi ini tentang kemewahan sebuah penjara para pejabat dan koruptor-koruptor, serta orang-orang memiliki banyak uang, sungguh membuat saya cukup terkejut. Bagaimana tidak? Penjara yang seharusnya menjadi tempat hukuman bagi mereka yang bersalah, serta menjadi tempat untuk merenungi kesalahannya, dijadikan tempat tinggal yang mewah, layaknya sebuah hotel berbintang 5 atau bahkan sebuah apartemen mewah. Hal ini sungguh ironi. Disaat rakyat negeri ini masih berjuang agar kemiskinan di negeri kita bisa lebih menyusut, para lakon di atas malahan hidup bermewah-mewahan di dalam penjara. Sebagai contoh, seorang pencuri ayam atau jemuran akan mendapatkan hukuman dari masyarakat, yaitu dengan dipukuli beramai-ramai, sementara saat masuk penjara, mereka juga mendapatkan siksaan dari para sipir penjara. Namun, seorang koruptor yang mencuri miliaran rupiah uang negara, bisa hidup bermewah-mewahan serta mendapatkan pelayanan khusus yang cukup istimewa dari pihak penjara tersebut. Apalagi kalau bukan uang yang menjadi hal yang paling utama? Bagi mereka, uang bisa membeli apapun. Bahkan bisa membeli hukum sekalipun. Namun, bagi rakyat kecil yang tidak memiliki uang, mereka hanya bisa pasrah menerima hukuman yang diterimanya. Kesenjangan sosial seperti inilah yang selalu menjadi momok dan juga penyakit di negara kita ini.

      2.      Kurangnya lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat, sedangkan perekonomian menjadi faktor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan menyebabkan perekonomian masyarakat bawah semakin rapuh. Salah satu karakteristik tenaga kerja di Indonesia adalah laju pertumbuhan tenaga kerja lebih tinggi ketimbang laju pertumbuhan lapangan kerja. Berbeda dengan negara-negara di Eropa dan Amerika, dimana lapangan pekerjaan masih berlebih. Faktor-faktor penyebab pengangguran di Indonesia:
 
a. Kurangnya sumber daya manusia pencipta lapangan kerja
b. Kelebihan penduduk/pencari kerja
c. Kurangnya jalinan komunikasi antara si pencari kerja dengan pengusaha
d. Kurangnya pendidikan untuk pewirausaha
.
      3.      lemahnya pendidikan

Pendidikan adalah  usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan  proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.


Upaya-upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk pemecahan masalah kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi di Indonesia:
  • Meminimalis (KKN) dan memberantas korupsi dalam upaya meningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah membentuk suatu lembaga yang bertugas memberantas (KKN) di Indonesia. Indonesia telah mulai berbenah diri namun dalam beberapa kasus soal korupsi KPK dinilai masih tebang pilih dalam menindak masalah korupsi. Misalnya kasus tentang bank century belum menemukan titik terang dan seolah-olah mengakiri kasus itu. Pemerintah harus selalu berbenah diri karena dengan meminimaliskan (KKN) yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dana yang ada.
  • Meningkatkan system keadilan di Indonesia serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap mafia hukum. Masih banyak mafia hukum merajarela di Indonesia itu yang semakin membuat kesenjangan sosial di Indonesia makin mencolok. Keadilan saat ini sangatlah sulit untuk ditegagakkan bagaimana tidak! Seorang koruptor ditahan namun semua fasilitas sudah tercukupi di dalam ruang tahanan. Sedangkan bagaimana dengan nasib seorang masyarakat kecil yang hanya mencuri ayam misalnya, mereka melakukan dengan seenak mereka kadang juga mereka menyiksa dengan tidak prikemanusiaan. Hal ini sangatlah menunjukkan kesenjangan sosial di Indonesia sangatlah mencolok antara pihak kaya atau pihak yang mempunyai penguasa antara rakyat kecil atau orang miskin.
  • Mengutamakan Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu syarat utama untuk bisa menjadikan negara ini lebih maju dalam segala hal.Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka kecil kemungkinan terjadinya kesenjangan sosial.Oleh karenanya pemerintah wajib mengutamakan pendidikan dalam segala hal sehingga setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan.Hal tersebut dapat dilakukan seperti : pemberian beasiswa,menambah anggaran pendidikan pada APBN.
  • Menciptakan Lapangan Kerja dan Meminimalis KemiskinanPemerintah dapat mengupayakan hal tersebut dengan berbagai cara berikut antara lain : mengadakan proyek padat karya,mendirikan lebih banyak ukm-ukm, memberlakukan inpres desa tertinggal.




Sumber



Kelompok 11 :
      1. Bayu Irawan (21216357)
      2. Ira Murni Agilvi (23216568)
      3. Sahira Almas Tovani (26216766)